[CERPEN] Sepotong Senja yang Baru

Sepotong Senja yang Baru
Oleh: Fitri Wulandari


Dua bulan telah berlalu, sudah cukupkah waktu ini bagimu untuk memasang senja itu di tempat barumu? Jika sudah, maka kasihan sekali aku. Karena aku belum. Dua bulan bukanlah waktu yang cukup untuk aku merelakan senja itu, senja yang kau potong dan kau ambil untuk kekasih barumu, juga bukanlah waktu yang cukup untuk menghilangkah perih hati ini akibat bekas dari goresanmu waktu itu, bahkan waktu ini pun tak cukup untuk menghilangkan ingatan-ingatan kelabu di tengah jingganya senja di kala itu.
Kurasakan banyak perbedaan senja antara dulu dengan sekarang. Dahulu, kau biasanya menemaniku disini, di balkon gedung berlantai 28, untuk menikmati senja berdua dengan hiasan canda dan tawa, dengan hiasan perbincangan dari hati ke hati tentang hal yang tidak kita sukai ataupun kita sukai dari sikap masing-masing, maupun tentang hiasan ciuman bibir. Sekarang, adalah segelas teh panas berkepul uaplah yang menemaniku. Beda, dia tak bisa sepertimu yang pandai sekali menciptakan tawaku di setiap senja menyapa. Uap panasnya hanya membuat mataku memerah panas dan berair. Ya, senja sekarang berbeda dengan dulu, jika dahulu senja adalah waktu untuk melepaskan tawa, maka senja sekarang adalah waktu dimana mataku mengalirkan cairannya untuk mendinginkan mata yang panas, sekaligus hati yang perih. Lihatlah Gio, bahkan dua bulan lebih, aku masih setia menangisi senja yang berlubang di depan sana, senja yang telah kau potong dan kau ambil untuk kau pasang di tempat barumu.


Ilustrasi: www.florestpost.co

Ya, senja di depan itu, yang biasanya kala itu kita nikmati berdua, sekarang masih menganga belum ada gantinya. Sama dengan hatiku, bekas goresan ini masih menganga belum menyatu dan kering dengan sendirinya. Jika kau melihat sore di sini, lalu bilang bahwa senja di depan sana telah cacat, maka begitu jualah dengan hatiku sekarang. Karena kau yang memotong senja itu hingga membuat hatiku berdarah, maka apa yang kau katakan padaku jika kumintai pertanggungjawabanmu? Mungkin, jawabanmu bisa kutebak sekarang. “Jika kau mau senja di depan itu tidak cacat, maka potong dan ambilah senja di tempat lain yang tidak ada pemiliknya, dan lalu pasanglah senja yang telah kau ambil, di senja yang berlubang itu, maka senja di depan itu tak akan cacat lagi. Akan kembali sempurna. Begitu pun dengan hatimu, maka hatimu sudah pasti akan mengikutinya. Perih tak ada, goresan tak lagi bersinggah, dan cacat pun akan hilang. Sempurna utuh kembali. Sempurna dengan senja yang baru, sempurna dengan hati yang baru”. Ya, mungkin seperti itulah jawabanmu. Tetapi yang perlu kau tau Gio, bukankah kau manusia? Senja itu berlubang sebab manusia yang memotongnya bukan? Kau pun tau sendiri kan, bahwa manusia bukanlah makhluk yang sempurna, maka, sudah pasti dan tak dapat dipungkiri, jika garis tepi senja yang berlubang itu juga bukanlah garis yang sempurna. Lihatlah sayatannya, sayatannya membentuk garis yang  tak memiliki ukuran simetris. Garis itu sangat sulit untuk dihitung dengan angka, lalu disalin, dan ditiru oleh orang lain, sangat sulit. Termasuk diriku.
Maka Gio, kau tak perlu mengiming-imingiku dengan senja yang ada di tempat barumu itu. Kau tak perlu pamer dengan senja yang terlihat indah itu, untuk mendorongku iri agar segera mencari senja pengganti. Tak perlu. Karena bagaimana pun, senja di tempat barumu itu, bukanlah senja yang alami. Itu hanya sebuah senja ciptaanmu, ciptaan manusia yang tak sempurna. Dari hasil menyakiti orang lain pula. Maka senja yang kau ciptakan itu, sampai kapanpun tidak akan menjadi sebuah senja yang sempurna. Sebab memang bukan disitu tempat singgahnya. Disinilah Gio, disini tempat singgah aslinya.

Camkan Gio! Aku kuat, aku hebat, aku cerdas, dan aku memiliki pemikiran yang dewasa. Aku meresapi setiap kejadian dan fenomena. Sudah kuceritakan padamu bukan, bahwa senja yang diciptakan oleh manusia yang kodratnya tidak sempurna, maka senja itu sampai kapanpun tidak akan menjadi sebuah senja yang sempurna. Maka aku andalkan Tuhanku yang maha sempurna. Biarkan Dia yang mengganti sendiri senjaku yang berlubang itu. Aku tak mau lelah-lelah memaksakan diri atau bersandiwara tidak memaksakan diri menemukan senja pengganti. Sekali lagi, aku andalkan Tuhanku yang maha sempurna untuk menjadikan senjaku yang masih cacat itu menjadi sebuah senja baru yang sempurna. Aku tak omong kosong Gio. Lihatlah, dibalik senja berlubang itu, sudah nampak sebuah bayangan senja yang baru bukan? Memang senja itu belum timbul secara sempurna ke permukaan. Tetapi yang perlu kau mengerti, aku setiap hari menatap senja berlubang itu, dan kulihat bayangan senja itu setiap harinya semakin jelas dan semakin nampak ke permukaan walaupun melalui proses yang sedikit panjang, dan jika nanti kau tersadar bahwa senja ditempat barumu itu bukanlah senja yang sempurna, dan kau pada akhirnya hendak mengembalikan senja itu di tempat asalnya, maka maaf Gio. Kemungkinan senja itu sudah tidak dapat dikembalikan lagi. Karena sudah tak ada ruang untuknya. Senja yang baru dari Tuhan di senja yang berlubang, telah sempurna mengisi kekosongan, dan itu Gio.. Telah menjadi senja baru yang sempurna dan lebih indah.

***

Komentar

Postingan Populer